Written by Andi Jupardi | |
Pilosopi atau falsafah nenek moyang kita orang minang umumnya belajar dari alam atau disebut juga alam takambang jadi guru, terutama ketika ajaran Islam belum masuk ke daerah kita Minang kabau. Kejadiaan alamlah yang memberikan “pelajaran dan pegangan hidup” bagi orang tua kita dahulu kala. Sebagai contoh alam itu adalah Pohon Kelapa. Pilosopi mereka (atau apapun istilahnya) para orang tua kita bilang begini : "Kok ka lai mumbang jadi kalapo” Mumbang adalah bakal cikal buah kelapa kira-kira ukurannya sebesar bola tenis, dalam satu tandan buah kelapa maka terdapat banyak mumbang yang nantinya karena seleksi alam biasanya dalam satu tandan tersebut hanya beberap buah saja menjadi kelapa yang bisa digunakan oleh manusia. Apalagi orang minang kelapa sudah menjadi bagian penting terutama dalam pusaka kulinernya. Hampir setiap masakan Minang berbahan dasar kelapa, dalam pemakaiannya berbentuk cairan yang dihasilkan dari perasan daging kelapa atau disebut santan.. Mumbang ini dalam perjalanannya menjadi buah kelapa yang bisa dimanfaatkan, dari sekian banyaknya dalam satu tandan bisa saja jatuh dari tandan ke bumi disebabkan tiupan angin kencang sehingga lepas dari tampuk tempat dia menempel, busuk karena serangan penyakit, atau serangan tupai “yang iseng” bermain-main dengan mumbang ini sehingga tadinya mumbang cukup kuat berpegang pada tampuknya, gara-gara si tupai iseng tadi mumbang tersebut jatuh. Makna tersirat dari kalimat diatas lebih jauh artinya kira-kira begini salah satu contohnya Ketika kita ingin berusaha mencari nafkah (tambahan penghasilan) dimuka bumi ini, mungkin awalnya sebuah hobby yang tidak diperhitungkan nantinya bermanfaat atau memberikan nilai tambah terhadap penghasilan kita, tapi kita punya asa mudah2an usaha yang dari hobi ini akan sukses menjadi usaha yang menguntungkan. Dalam perjalananannya seperti mumbang tadi ada beberapa kemungkinan akan terjadi. - Usaha hanya sebatas hobi saja yang menguras kantong kita, tanpa menghasilkan nilai tambah dalam bentuk keuntungan, tapi hanya sebuah kepuasan batin saja.. Mumbang telah jatuh dulu ke bumi sebelum matang menjadi kelapa, tapi mumbang yang jatuh tadi masih segar dan hijau masih menarik untuk dipandang atau dijadikan hiasan. - Ketika hobi ini kita tekuni dan menampakan secercah keuntungan, walau masih meraba-raba atau masih kurang yakin, dalam hati masih ragu “apa bisa hobi saya ini dijual ya nantinya” dan pola pikir kita sederhana saja “Bagaimana nantilah” nah ini yang dikatakan :Kok lai mumbang jadi kalapo” - Tapi karena seleksi alam tadi, mungkin mumbang busuk atau kena penyakit secara otomatis jangan berharap jadi kelapa nantinya. Dipertahan dengan segala upaya “mumbang” itu tetap akan jatuh atau istilah sedikit yang romantis “layu sebelum berkembang”. Hobi hanya sebatas kesenangan sementara ketika bosan ditinggalkan akhirnya “busuk” sendiri dan jatuh, kita tidak banyak berharap akan bermanfaat atau memberikan nilai tambah terhadap hobi yang angin-anginan ini malah akan menambah beban pengeluaraan. Bisa jadi seseorang masih banyak punya “mumbang” (baca: penghasilan/uang) yang sekian banyak menempel di tandan maka dia tidak terlalu menghiraukannya “mau jatuh-jatuh lah, mau busuk-busuklah” toh masih ada mumbang yang bakalan jadi kelapa misalnya penghasilan yang pasti seperti gaji rutin sebagai karyawan swasta atau PNS) Nah jika menekuni sebuah usaha atau apa saja, dengan kemauan yang kuat, gigih, tahan banting tentunya jangan pakai “kok” lagi, kita harus optimis dan berkata“Mumbang ini harus menjadi Kelapa” Lalu tentang Pohon Kelapa ini orang tua kita juga belajar dari alam, apa yang terjadi, apa yang mereka amati dengan mumbang dan kelapa ini, jika seseorang meninggal dalam usia muda belia, maka mereka berkata :: "Mumbang jatuah, kalapo jatuah” Dialam begitu adanya, sebatang pohon kelapa yang berbuah mulai dari putik, mumbang, masih muda dan kelapa tua ada saja yang jatuh akibat berbagai hal. Nah ketika ajaran Islam masuk ke Ranah Minang Adat yang selama ini basandi Syarak ditambahkan Syarak basandi Kitabullah (ajaran Islam yang bersumber dari Al Quran dan Hadist Rasulullah). Tentunya dalam ajaran Islam kita memperjayai masalah ajal adalah kehendak yang Kuasa, jika Allah SWT berkehendak maka jadilah (Kun fayakun), jika ajal dijemput oleh sang Khalik tidak ada seorang pun bisa menghalanginya. Kapan saja, dimana saja, tidak mengenal Tua Muda, bahkan ketika Roh ditiupkan pada janin yang dikandung seorang ibu maka jika Tuhan berkehendak maka Dia akan mengambilnya kembali Roh ini sebelum lahir ke muka bumi. Kekuasaan mutlak Allah SWT dalam hal ini diibaratkan juga oleh para orang tua kita dulu dengan kiasan/metafora “Mumbang jatuh Kelapa Jatuh”, ya walau secara umum ajal tiba dijemput sang Khalik tersebut rata-rata orang telah berusia tua atau usur. Kembali lagi seperti kata orang tua kita itu , semua bisa terjadi “Mumbang” pun bisa jatuh jika itu kehendakNya (terimakasih sumber:http://www.cimbuak.net/content/view/1251/5/) |
Thursday, October 18, 2012
Mumbang Dan Kelapa
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment